Dalam dunia penerbangan pesawat terbang, dikenal beberapa fase dasar dalam suatu penerbangan khususnya pesawat fixed wing yaitu take-off, climb, cruise, descend kemudian landing.
1. Taxi
Pada saat di bandara, pesawat melakukan taxi (bergerak di darat) dengan mengikuti garis kuning dari apron (tempat parkir pesawat) dan memasuki runway (landas pacu) dan mengambil posisi untuk take-off. Kecepatan taxi itu sendiri dibatasi untuk menghindari tergulingnya pesawat saat berbelok dan menabrak dengan pesawat lain.
Setelah pesawat melakukan taxi dan sampai di runway pada posisi siap take-off, mesin pesawat diposisikan pada daya yang tinggi dan mendorong/menarik pesawat bergerak maju hingga kecepatan tinggi tertentu untuk transisi dari darat ke udara. transisi dari darat ke udara tersebut disebut dengan take-off atau lepas landas. Kecepatan take-off dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti berat pesawat, desain sayap, kondisi udara, penggunaan flap dan slat. Pada umumnya, semakin berat pesawat, kecepatan dan jarak take-off yang dibutuhkan semakin besar. Adapun head wind atau angin dari arah depan pesawat dapat mengurangi kecepatan yang dibutuhkan untuk take-off, sehingga take-off disarankan untuk melawan arah angin atau head wind. Sedangkan side-wind atau angin dari arah samping pesawat disarankan untuk dihindari karena mengganggu stabilitas pesawat.
Fase selanjutnya adalah climb, yaitu pesawat menuju pada ketinggian tertentu untuk mendapatkan kondisi operasi yang optimal/cruise. Untuk naik pada ketinggian tersebut, pesawat terbang meningkatkan lift/gaya angkat dengan cara meningkatkan angle of attack/sudut serang dan meningkatkan daya pada mesin untuk mendapatkan gaya dorong yang berakibat pada naiknya kecepatan hingga gaya angkat melebihi berat pesawat.
Cruise adalah keadaan terbang dimana pesawat menggunakan bahan bakar paling ekonomis dan kondisi desain yang optimal secara teknis. Fase ini memiliki durasi yang paling lama selama perjalanan di udara maupun melakukan misi hingga sampai di tujuan. Saat cruise, pesawat bergerak dalam kondisi kecepatan dan ketinggian yang relatif konstan, hanya saja berubah arah haluan/heading yang mana gaya angkat sayap akan sama dengan berat pesawat.
Setelah pesawat mendekati runway untuk mendarat, pesawat melakukan descent, yaitu pesawat melakukan pergerakan turun dengan kecepatan konstan dengan mengatur daya mesin maupun pitch. Adapun sudut descent secara umum adalah tiga derajat menuju bandara. Kondisi descent menuju bandara ini disebut dengan istilah approaching. Akhir dari approaching itu sendiri adalah pengambilan posisi untuk landing.
Landing adalah fase terakhir pada penerbangan. Setelah posisi landing diperoleh, pesawat berusaha menurunkan kecepatan serendah mungkin supaya dapat menyentuh runway sehalus mungkin. Penurunan kecepatan tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan flap maupun speed brakes pada pesawat yang besar. Penurunan kecepatan tersebut dapat juga dibantu dengan memanfaatkan kondisi head-wind seperti pada take-off. Kondisi pesawat saat menyentuh darat disebut juga dengan touch down. Adapun setelah landing, pesawat kembali melakukan taxi untuk menempatkan diri di apron.
Analisis penerbangan pesawat sangat erat kaitanya dengan aerodinamika, baik itu lift, drag, stall, turbulensi, dan lain sebagainya. Salah satu tool yang wajib dipahami oleh engineer pesawat terbang adalah Cradle CFD dari Hexagon, yang merupakan standar industri yang digunakan untuk analisis aerodinamika pesawat terbang. Baik untuk sayap, control surface, dengan fuselage, ataupun respon-respon detail lainya.
Simak video berikut terkait fasa penerbangan pesawat terbang: