THE FLUID CONSERVATION OF MASS EQUATION

The conservation of mass is one of three basic fluid fundamental laws (or general physical laws actually). This principle actually is quite simple to understand, a person doesn’t need to become a fluid engineer to calculate the mixture total weight of 100 grams of coffee mixed with 200 grams of milk, it simply becomes 300 grams of coffee milk.

This law not only governs the fluid flow problems, but it also can be applied to a chemical formula such as the mass balance of oxygen and hydrogen reacted to become water. 32 kg of oxygen reacts with 4 kg of hydrogen will form 36 kg of water.

This law is very universal in nature, we can apply this mass conservation law for every engineering problem in the earth as well as anywhere in the universe. The only exception for this law is Einstein’s mass and energy equation E = m.c2, which states that mass can be converted into energy when the mass is “disappear”, but this condition rarely happen in fluid dynamic problems, and only relevant for most nuclear reactions and near the speed of light physics problems. So, we can ignore this relation in our following discussion.

In fluid mechanics problems, sometimes it is not useful to determine the amount of mass of the fluid, imagine if you should measure the total mass inside a long pipe, or maybe the total of air comes out from an air conditioner system: it will become a tedious activity and not feasible with our measurement devices. To better formulate this mass conservation law, in fluid mechanics, we often used the rate of change of the mass or known as mass flow rate, defined as the amount of mass divided by the time.

mass flow rate = total mass / total time

In this form, the conservation of mass law sometimes called the continuity principle. For example, one could easily measure the mass flow rate of flow through a pipe in kg/s or maybe kg/hour with a flow measurement device without having to know the total amount of mass along the pipe.

From this mass flow rate idea, the fluid conservation of mass can be defined as total mass flow rate comes in a control volume will be equal to mass flow rate comes out a control volume plus the mass increasing/decreasing rate inside the control volume, or mathematically:

mass flow rate in = mass flow rate out + rate of mass change in the system

Imagine if we have a bath up with water tap opens and flow with mass flow rate 1 kg/s, then we open the bottom drain causes the flow out about 0,8 kg/s, we will find our bath up will fill with water in 0,2 kg/s rate. Quite simple right?

In an internal flow such as pipes or tubes, the mass flow rate can be calculated using the following equation:

mass flow rate = density*area*velocity

Another important concept of mass conservation law is the volume flow rate or simply flow rate. This is a very useful concept if we want to analyze an incompressible flow such as water, oil, or air at low-speed operation. (Incompressible flow is a flow with negligible density change with respect to pressure, temperature, time, etc.). The volume flow rate mathematically described as:

Volume flow rate = area*velocity

If we consider a steady-state flow (rate of mass change inside control volume = 0), we can rearrange the conservation of mass equation in the form of volume flow rate as:

area 1 * velocity 1 = area 2 * velocity 2

The above equation is a very important relationship between area and velocity in incompressible flow, it simply states that if we decrease the area, we will increase the velocity or vice versa.

velocity distribution in a ventury device using CFD

From the above picture, we can see the flow of fluid inside a ventury device. The flow inlet is on the left and flows in the right direction. We can see low-speed flow at the inlet (colored blue) then become faster (colored red) at the center of the ventury as the cross-sectional area decreases. Then, the flow velocity gradually becomes slower as the cross-sectional area grows streamwise.

The same principle we often use in our daily life is reducing the water hose outlet with our thumb to increase the velocity (hence increase the range of water) is actually the application of continuity principle.

Another example of this area to velocity relationship is the principle of airfoil’s aerodynamic shows below:

velocity distribution around NACA 2412 airfoil using CFD

It can be seen that airflow velocity above the airfoil faster than under the airfoil. for the kinematics point of view, the curve-shape of the top airfoil surface creates a longer path for flow to reach the airfoil end, hence with the same given time will need a higher velocity.

Flow around airfoil velocity changes based on its location

Then, if we want to explain the above phenomena using a continuity point of view, we can make an imaginary line above the airfoil, then compare the “cross-sectional area” of the flow. We can see at the beginning (point 1), the velocity is similar to free stream velocity, then at the top part of the airfoil (point 2) cross-sectional area reduces, hence increase the velocity on the top of the curve, finally at point 3, velocity goes back to free stream velocity as the “cross-sectional” area back to its original size.

To read other articles, click here.

By Caesar Wiratama

aeroengineering.co.id is an online platform that provides engineering consulting with various solutions, from CAD drafting, animation, CFD, or FEA simulation which is the primary brand of CV. Markom.

Boiler dengan bahan bakar batu bara

Hambatan pada hull (lambung) kapal

Desain pompa, kompresor, dan fan (turbomachineries) menggunakan CFD

Computational fluid dynamics (CFD) adalah metode numerik untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan dinamika fluida menggunakan bantuan komputer. Metode ini sudah cukup lama digunakan oleh para engineer pada berbagai ranah industri seperti aerospace, otomotif, proses, energi, bahkan hingga medis. Salah satu industri yang didominasi oleh penggunaan CFD ini adalah desain turbomachinery seperti pompa, turbin, kompresor, fan dan blower.

Turbomachinery pada dasarnya adalah mesin yang mentransfer energi antara fluida dan rotor. Untuk fan, blower dan kompresor, energi mekanik dari putaran rotor (yang digerakkan oleh motor listrik atau bahan bakar) akan menggerakkan fluida yang ada di sekitarnya sehingga menghasilkan kecepatan aliran yang tinggi (untuk blower dan fan) atau meningkatkan energi fluida dalam bentuk tekanan yang tinggi yang disertai kenaikan temperatur (untuk kompresor). Sedangkan pompa biasanya mengacu pada sistem penambah tekanan fluida yang incompressible seperti air atau bahan kimia.

Kemudian turbin bekerja sebaliknya, fluida yang mengalir membawa energi berupa kecepatan, tekanan atau terkadang temperatur (entalpi) mendorong turbin hingga berputar dan menghasilkan energi mekanik yang dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik dengan memutar generator atau dimanfaatkan untuk memutar kembali fan, blower atau kompresor yang dihubungkan dengan poros.

contoh turbomachinery dalam mesin pesawat terbang (terdapat fan, kompresor dan turbin dalam satu sistem)

CFD memegang peranan yang sangat penting dalam desain turbomachinery, keunggulan utamanya adalah mengurangi siklus desain dalam meningkatkan performa, mengurangi berat dan biaya. sebagai contoh, gambar dibawah ini mengilustrasikan variasi sudut blade saat masuk kompresor dan jumlah blade pada kompresor sentrifugal. Menggunakan bantuan komputer, kita dapat dengan sangat cepat dan mudah mengedit model tersebut kemudian langsung disimulasikan menggunakan CFD dan dalam waktu singkat memperoleh prediksi performa yang kita inginkan. Bayangkan ketika kita harus “mengedit” model tersebut secara fisik, mungkin akan memakan cukup banyak waktu dan biaya untuk membuat satu model saja.

Ilustrasi modifikasi blade kompresor sentrifugal menggunakan komputer

Salah satu fitur yang cukup penting yang dimiliki oleh CFD adalah kemampuanya untuk melihat secara detail parameter-parameter aliran (kecepatan, tekanan, temperatur dll) disetiap lokasi dan di setiap waktu untuk analisis transient. Kita dapat dengan sangat mudah “menunjuk” lokasi tersebut untuk dianalisis tanpa harus menginstal probe atau sejenisnya, dan kita dapat melakukan “zoom” dalam dimensi waktu dengan mengatur step waktu yang kita inginkan tanpa harus menggunakan kamera super cepat.

detail distribusi tekanan hasil CFD

Selain analisis aliran fluida, CFD juga sangat memegang peranan penting dalam desain turbomachinery karena kapabilitasnya dalam analisis perpindahan kalor. Berikut adalah contoh distribusi temperatur pada rotor turbin uap pada saat proses pendinginan dan distribusi .

distribusi temperatur pada rotor turbin uap dengan CFD

Pada era yang sudah serba canggih dan cepat ini, teknologi komputasi paralel memungkinkan perhitungan yang jauh lebih cepat dibantu dengan high performance computer yang menyokong kemampuan CFD ini. Analisis CFD untuk desain turbin pada umumnya menggunakan software komersial seperti ANSYS FLUENT atau software opensource seperti openFOAM.

Menggunakan CFD, prediksi peningkatan entropi saat terjadinya vortices dan wake mix pada aliran transient dapat diprediksi dengan sangat mudah, bahkan saat ini yang menjadi hambatan adalah justru validasi hasil CFD tersebut karena sulitnya perancangan metode eksperimen untuk kasus ini.

Berikut adalah contoh-contoh kasus simulasi CFD turbomachinery:

Salah satu hal yang cukup menarik dari metode komputasi ini adalah kemampuanya untuk saling terkoneksi dengan metode analisis lain. Seperti misalkan kemampuan untuk mengeksport hasil simulasi aliran dari CFD sebagai input tekanan pada permukaan blade untuk simulasi struktural. Berikut adalah contoh simulasi struktural (FEA) yang inputnya menggunakan hasil simulasi CFD:

Analisis flutter menggunakan modal analysis yang dipadukan dengan hasil CFD
Analisis tegangan pada sambungan blade dengan beban mekanik serta fluida hasil simulasi CFD

By Caesar Wiratama

aeroengineering services merupakan jasa layanan dibawah CV. Markom dengan berbagai jenis solusi, mulai dari drafting CAD, pembuatan animasi, simulasi aliran dengan CFD dan simulasi struktur dengan FEA.

RISET DESAIN TURBIN ANGIN DAN TURBIN AIR DENGAN CFD

Desain turbin angin maupun turbin air telah banyak dibahas dalam buku-buku teori mekanika fluida, baik performanya maupun karakteristik aliran fluidanya. Dalam referensi-referensi tersebut banyak disediakan persamaan-persamaan untuk menentukan hubungan antar-parameter seperti efisiensi, daya, torsi, energi potensial dari fluida serta hubunganya dengan efisiensi turbin.

Namun, prediksi dari parameter-parameter tersebut kadang kala terdapat variabel-variabel yang tidak dapat dihitung secara analitis, misalkan saja koefisien daya atau torsi yang dihasilkan pada rpm dan kecepatan fluida tertentu karena adanya interaksi fluida 3D yang kompleks serta pola-pola aliran yang tidak ideal, seperti turbulensi, vortex dan interaksi antara turbin dengan komponen sekunder lainya. Parameter-parameter tersebut secara umum dihitung menggunakan data-data empiris dari uji laboratorium baik menggunakan wind tunnel, water tunnel maupun uji lapangan langsung yang cukup memakan waktu dan biaya karena fleksibilitasnya yang rendah.

Salah satu metode yang cukup populer, yang memadukan antara perhitungan teori analitis dengan eksperimen adalah menggunakan eksperimen numerik yang dalam kasus mekanika fluida dikenal dengan istilah Computational Fluid Dynamics (CFD). Metode ini memodelkan turbin secara 3D menggunakan komputer, kemudian model tersebut disimulasikan terhadap aliran fluida yang ada di sekitaranya, sehingga dapat diperoleh solusi-solusi seperti torsi, daya dan efisiensi secara lebih komprehensif karena mempertimbangkan pola aliran 3D maupun interaksi-interaksi dengan komponen-komponen sekitarnya yang dapat mempengaruhi aliran.

Dewasa ini, metode CFD sudah sangatlah berkembang, sehingga perhitungan aliran-aliran turbulen yang kompleks dapat dimodelkan dengan cukup akurat, bahkan aliran dua fasa yang terjadi misalkan pada turbin air vortex maupun cross flow dapat dimodelkan secara real tanpa penyederhanaan perhitungan satu fasa.

Berikut adalah contoh-contoh project turbin yang pernah kami kerjakan:

simulasi HAWT dengan CFD
simulasi VAWT dengan CFD
Aliran dua fasa (air dan udara) pada turbin air cross flow
Pola aliran free surface pada gravitational vortex water turbine
Distribusi tekanan pada permukaan turbin kaplan
pola distribusi streamline pada turbin kaplan

Dengan simulasi-simulasi yang dilakukan diatas, kita dapat dengan mudah membandingkan konfigurasi-konfigurasi turbin yang ada dengan sangat fleksibel. Berikut adalah contoh grafik koefisien daya terhadap TSR untuk dua turbin angin VAWT yang divariasikan kontur permukaanya:

Nilai dari koefisien daya (Cp) seperti contoh diatas tidak dapat diperoleh dengan mudah menggunakan metode analitis, terutama jika kita ingin membuat inovasi-inovasi terbaru yang belum pernah ada data eksperimental sebelumnya

By Caesar Wiratama

aeroengineering services merupakan jasa layanan dibawah CV. Markom dengan berbagai jenis solusi, mulai dari drafting CAD, pembuatan animasi, simulasi aliran dengan CFD dan simulasi struktur dengan FEA.

RISET AERODINAMIKA PESAWAT TERBANG DENGAN CFD

Desain pesawat terbang merupakan suatu kegiatan yang cukup menantang dan menjadi passion bagi sebagian orang. Dalam tahap desainya, pesawat terbang terdiri dari proses-proses yang cukup panjang seperti conceptual design, preliminary design, detail design hingga desain untuk proses produksinya.

Cukup banyak terdapat buku-buku terkait dasar-dasar desain aerodinamika pesawat terbang, mulai dari teori pemilihan airfoil, penentuan ukuran sayap (span, chord, twist dll) hingga teori tentang interaksi antar komponen misalkan interaksi antara aliran propeller dengan sayap, interaksi fuselage dengan sayap, interaksi sayap dengan empenage dan lain sebagainya. Namun, teori-teori tersebut sangatlah umum dan kadang membutuhkan ketelitian dan pekerjaan yang ekstra untuk memperoleh konfigurasi yang optimal dari semua interaksi-interaksi tersebut.

Terlebih lagi, untuk pesawat dengan sayap non konvensional seperti adanya winglet, swept-back, sayap delta, ataupun dengan twist tertentu, teori-teori yang sudah ada kadang tidak cukup untuk mendeskripsikan permasalahan-permasalahan tersebut.

Di sisi lain, untuk mendapatkan analisa yang lebih komprehensif seperti aerodinamika karena interaksi-interaksi yang telah dijelaskan diatas serta konfigurasi-konfigurasi yang unik biasa digunakan metode eksperimen menggunakan wind tunnel. Metode ini cukup baik dalam menghasilkan data yang akurat, namun cenderung tidak fleksibel karena kita harus membuat model fisiknya terlebih dahulu yang mana membutuhkan waktu dan biaya.

Salah satu metode yang sudah berkembang dengan cukup cepat sebagai pertengahan antara metode analitis dengan eksperimen adalah menggunakan computational fluid dynamics (CFD). Metode yang sudah digunakan oleh NASA sejak tahun 1970an untuk mendesain pesawat supersonik tersebut mampu merepresentasikan model pesawat terbang secara keseluruhan tanpa penyederhanaan fitur-fitur utamanya sehingga mampu memprediksi performa aerodinamika secara lebih komprehensif. Kemudian, metode CFD ini sangatlah fleksibel dibandingkan dengan eksperimental, karena model yang harus kita buat hanyalah model virtual yang dibuat menggunakan komputer. Metode ini sering kali disebut juga dengan eksperimen numerik.

simulasi CFD pada pesawat tempur dengan CFD openFOAM

Meskipun riset menggunakan CFD dapat dilakukan secara independent, yaitu tidak perlu dibandingkan dengan data eksperimen (bahkan desain peralatan uji laboratorium sering kali didesain menggunakan metode CFD ini), tidak jarang juga hasil CFD dibandingkan dengan eksperimen lab. Sebagai contoh hasil uji CFD winglet pesawat boeing 737 yang kami bandingkan dengan hasil uji wind tunnel di laboratorium yang kami bandingkan nilai L/D nya terhadap sudut serang sebagai berikut:

Dari hasil perbandingan di atas, dapat dilihat hasil yang diperoleh dari simulasi CFD dan eksperimen wind tunnel memiliki trend dan nilai yang berdekatan. Dapat dilihat pula bahwa simulasi CFD mampu memprediksi aliran stall yang terjadi tidak seprti perhitungan analitis yang hanya terbatas pada aliran sebelum stall.

Selain perhitungan-perhitungan dasar seperti gaya angkat, drag, moment, lift-to-drag ratio dll, dapat juga dianalisis bagian-bagian lain yang cukup detail seperti aliran pada landing gear, aliran sekitar engine UAV, atau aliran stall dan vortex, serta desain control surfaces sebagai contoh:

simulasi stall pada airfoil dengan CFD openFOAM
simulasi tip vortex dengan CFD openFOAM
desain flap dengan CFD openFOAM

Selain memprediksi karakteristik aerodinamika pada aliran diluar pesawat, CFD juga dapat digunakan untuk menganalisis reaksi kimia seperti pembakaran pada ruang bakar (combustion chamber) mesin pesawat terbang sebagai berikut:

simulasi pembakaran pada turbin gas propulsi dengan CFD openFOAM

Meskipun memiliki kapabilitas dan hasil yang cukup detail dan komprehensif, namun bagi operator yang belum terbiasa menggunakan CFD dapat menjadi kesulitan tersendiri dalam mempelajari nya. Kami memberikan solusi berupa project support serta konsultasi simulasi pada pesawat terbang.

>> KLIK DI SINI UNTUK JASA SIMULASI CFD PESAWAT TERBANG !

By Caesar Wiratama

aeroengineering services merupakan layanan dibawah CV. Markom dengan solusi terutama CFD/FEA.

Desain bilah (blade) turbin angin

DAFTAR ISI TERKAIT TURBIN ANGIN

  1. Karakteristik distribusi angin untuk pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB)
  2. Jenis-jenis turbin angin
  3. Desain airfoil untuk HAWT
  4. Vortex generator pada turbin angin
  5. Riset turbin angin dengan Computational Fluid Dynamics (CFD)

APA ITU TURBIN ANGIN?

Penggunaan angin sebagai sumber energi telah digunakan selama ratusan tahun untuk memompa air atau menggiling jagung, peralatan ini disebut juga dengan istilah windmill. Pada abad ke 19, bahan bakar fosil menggantikan penggunaan windmill yang besar, berat yang tidak efisien tersebut. Kemudian, pengetahuan tetang aerodinamika dan material yang ringan telah membawa kembali teknologi turbin angin pada sekitar abad ke 20.

Berdasarkan orientasi arah putaran porosnya, turbin angin ini dibagi menjadi dua kategori yaitu Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT) dan Vertical Axis Wind Turbine (VAWT).

Masing-masing konfigurasi memiliki keunggulan dan kelemahan. Pengembangan VAWT secara umum mulai berkurang karena keterbatasan VAWT pada kondisi operasional kecepatan yang rendah dan sulitnya mengendalikan kecepatan rotor, desain ini juga memiliki keulitan dalam starting nya. Tetapi VAWT memiliki keunggulan tidak diperlukanya mekanisme tambahan serta generator yang besar dapat digunakan karena tidak dibatasi oleh penggunaan tower yang tinggi. Adapun pengembangan HAWT semakin populer karena peningkatan performa dan kontrol dapat dilakukan dengan kontrol pitch dan yaw.

EFISIENSI MAKSIMUM SECARA TEORI

Efisiensi rotor yang tinggi tentu saja diinginkan untuk meningkatkan konversi energi aliran angin menjadi energi mekanik rotor tentunya dengan biaya produksi yang masih terjangkau. Untuk menghitung efisiensi ini, pertama-tama perlu didefinisikan terlebih dahulu daya angin yang datang (energi potensial):

dengan P = Daya (watt), rho = massa jenis (kg/m3), A = luas penampang turbin (m2), dan V = kecepatan (m/2). Aliran udara melalui turbin angin akan mengalami penurunan kecepatan karena terjadinya interaksi antara udara dengan turbin, penurunan kecepatan ini juga mengindikasikan terjadinya perubahan energi angin menjadi energi mekanik rotor. Jika kita menghendaki terjadinya efisiensi 100%, kecepatan angin setelah melewati turbin haruslah bernilai nol, atau berhenti sama sekali, tentu saja hal ini tidak mungkin terjadi; adapun dapat dihitung menggunakan teori rotor disc bahwa efisiensi maksimum yang dapat dicapai secara teori adalah sebesar 59,3%, parameter efisiensi ini disebut dengan power coefficient Cp, maksimum Cp = 0,593 dikenal juga dengan istilah Betz limit dalam desain turbin angin. 

Efisiensi real dari turbin angin akan berkurang karena beberapa faktor seperti munculnya aliran wake pada blade yang mengurangi gaya angkat pada airfoil, pemilihan airfoil yang memiliki efisiensi rendah dan munculkan “kebocoran” aliran pada bagian tip yang mengakibatkan munculnya aliran vortex yang tidak diinginakan.

Untuk menghasilkan putaran (torsi) pada rotor turbin angin, digunakan dua metode yaitu memanfaatkan gaya hambat (drag) ataupun memanfaatkan gaya angkat (lift) dari bentuk aerodinamika blade. Berikut adalah tabel perbandingan kedua model tersebut:

Untuk model Drag, bilah turbin angin sengaja dibuat menghambat aliran udara dan diberi lengan momen tertentu terhadap sumbu putar, sehingga menghasilkan torsi untuk memutar turbin. alternatif lain lain adalah menggunakan gaya angkat aerodinamik yang terjadi pada airfoil rotor kemudian gaya angkat tersebut diarahkan searah dengan berputarnya rotor dan diberikan lengan momen terhadap sumbu putar sehingga menghasilkan torsi. Metode lift cenderung lebih efisien karena tidak banyak merubah pola aliran udara atau banyak menghasilkan wake. Berikut adalah beberapa jenis tipe turbin angin beserta beberapa deskripsinya:

DESAIN BLADE HAWT

Fokus pembahasan pada artikel ini adalah HAWT karena popularitasnya dalam industri turbin angin, turbin tipe ini sangatlah sensitif terhadap desain dari profil blade dan desainya. Hal pertama kali yang harus kita perhatikan dalam desain turbin angin adalah parameter Tip Speed Ratio (TSR), parameter ini merupakan perbandingan antara kecepatan tangensial pada tip blade terhadap kecepatan angin yang datang (free stream) yang secara matematis dituliskan sebagai berikut:

dengan lambda = TSR, omega = kecepatan rotasi (rad/s), r = radius (m), Vw = kecepatan angin (m/s). Aspek-aspek seperti efisiensi, torsi, tegangan mekanik pada blade dan noise harus dipertimbangkan dalam perhitungan TSR ini. Turbin angin modern cenderung didesain menggunakan nilai TSR sekitar 6-9 karena pertimbangan-pertimbangan diatas, pada umumnya peak efisiensi terdapat pada TSR = 7.

PERHITUNGAN BENTUK BLADE

berdasarkan teori Blade Element Momentum (BEM) yaitu perhitungan performa turbin angin berdasarkan potongan melintang atau bentuk airfoil dari tiap section blade dihitung dengan membaginya menjadi elemen-elemen yang kecil secara 2D. Untuk blade dengan desain TSR sekitar 6-9,  Betz’s momentum theory memberikan pendekatan yang cukup baik untuk menhitung bentuk profil blade dengan persamaan berikut:

dengan r = radius (m), n = jumlah blade, CL = lift coefficient dari airfoil, lambda = TSR lokal, Vr = kecepatan angin resultan (m/s), U = kecepatan angin (m/s), Uwd = kecepatan angin desain (m/s), Copt = panjang chord optimum (m). Adapun Copt dapat diplot terhadap r untuk menghasilkan “bentuk” blade yang optimal.

Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa semakin besar TSR, maka ukuran blade akan semakin kecil, kemudian semakin banyak jumlah blade, maka ukuran blade juga akan semakin kecil (terlihat perubahan dilakukan pada bagian root dan tip untuk menyesuaikan kondisi aktual baik untuk pemasangan pada hub maupun karena alasan struktural, hal ini juga dapat dilakukan karena kontrobusi daya dari root juga relatif rendah):

Ukuran blade yang semakin kecil akan menguntungkan dari segi cost, karena bahan yang dibutuhkan akan semakin sedikit, tapi di sisi lain struktur blade juga akan semakin lemah. Pada umumnya pilihan blade yang paling optimal adalah 3 buah.

Pendekatan ini cukup baik untuk desain awal, namun ini adalah pendekatan secara 2D sehingga tidak terlalu akurat dalam mempertimbangkan munculnya fenomena-fenomena 3D ataupun kemunculan wake, tip loses dan lain sebagainya. Untuk hasil yang lebih akurat dan komprehensif digunakan analisis menggunakan simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD).

simulasi CFD turbin angin menggunakan openFOAM

Pada akhirnya, untuk menganalisis performa aerodinamika secara 3D dan menyeluruh, kita tidak bisa hanya mengandalkan perhitungan-perhitungan pendekatan di atas. Salah satu metode yang sudah cukup dikenal dalam desain turbin angin adalah menggunakan computational fluid dynamics (CFD) (baca selengkapnya pada pengenalan CFD). Metode ini dilakukan menggunakan bantuan komputer untuk menaganalisis aliran fluida pada blade turbin angin secara detail hingga memperlihatkan interaksi aliran 3D serta fitur-fitur lainya seperti tip vortex, wake dan lain-lain tanpa penyederhanaan.

Dari simulasi CFD juga kita dapat memprediksi performa dari turbin angin seperti perhitungan power coefficient dan torsi pada berbagai kondisi variasi TSR maupun perubahan sudut twist, jumlah blade, variasi airfoil, variasi model tip dan lain sebagainya.

Adapun untuk menghitung kekuatan struktur dari bilah turbin angin, persamaan analitis saja tidak cukup, karena adanya variasi material dan bentuk-bentuk yang tidak kontinyu dari rangka bilah maupun tower turbin angin ini. Metode yang sering digunakan untuk analisis ini adalah menggunakan Finite Element Analysis (FEA)

simulasi struktur blade turbin angin menggunakan code aster

>> KLIK DI SINI UNTUK MEMBACA ARTIKEL LAINNYA SEPUTAR ENERGI TERBARUKAN !

>> KLIK DI SINI UNTUK DESAIN TURBIN ANGIN DENGAN CFD !

By Caesar Wiratama

aeroengineering.co.id merupakan jasa layanan dibawah CV. Markom dengan berbagai jenis solusi, mulai dari drafting CAD, pembuatan animasi, simulasi aliran dengan CFD dan simulasi struktur dengan FEA. Pelajari selengkapnya di sini.

REFERENSI DAN SEBAGIAN GAMBAR: Peter J. Schubel * and Richard J. Crossley, “Wind turbine blade design“. Energies 20125, 3425-3449; doi:10.3390/en5093425